Hukum
atau fiqih mengangkat kedua tangan selain pada takbir shalat , baik dalam shalt
sunnah maupun salat wajib dan hal ini masih menjadi perbincangan hangat pada
era ini. Apakah itu termasuk sunnah atau bukan,boleh atau tidak dan lain
sebagainya.
Pertanyaan
seperti ini membutuhkan keterangan para ulama bagaimana seharusnya, apakah harus mengangkat
kedua tangan atau tidak. Para ulama sendiri memiliki beda pendapat, apakah
mengangkat tangan ketika takbir-takbir tambahan (selain takbiratul ihram) dalam
shalat ‘id misalnya itu termasuk sunnah atau bukan.
Pendapat Pertama
Menyatakan
disyari’atkannya mengangkat kedua tangan ketika takbir.
Ini
adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, di antaranya Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, dan salah satu pendapat
dari madzhab Maliki.
Dan
di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah An-Nawawi, Al-Juzajani, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Ibnul Qayyim,
Ath-Thahawi, Asy-Syaikh bin Baz, Asy-Syaikh Al-Fauzan, dan juga Al-Lajnah Ad-Da’imah, serta para ulama
yang lain.
Dalilnya
adalah:
1.
Al-Imam Ahmad, Ibnul Mundzir, Al-Baihaqi, dan yang lainnya berdalil dengan
hadits dari Ibnu ‘Umar, bahwa dia berkata:
كان
رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إذا قام إلى الصلاة رفع يديه حتى إذا كانتا حذو
منكبيه كبر ، ثم إذا أراد أن يركع رفعهما حتى يكونا حذو منكبيه ، كبر وهما كذلك ،
فركع ، ثم إذا أراد أن يرفع صلبه رفعهما حتى يكونا حذو منكبيه، ثم قال سمع الله
لمن حمده ، ثم يسجد ، ولا يرفع يديه في السجود ، ويرفعهما في كل ركعة وتكبيرة
كبرها قبل الركوع حتى تنقضي صلاته
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika hendak shalat, beliau
mengangkat kedua tangannya, sampai ketika keduanya sejajar dengan pundaknya,
beliau bertakbir. Kemudian ketika hendak ruku’, beliau mengangkat kedua
tangannya sampai sejajar pundaknya, dan beliau pun bertakbir dalam keadaan
kedua tangannya tetap pada posisi demikian. Kemudian beliau ruku’. Kemudian ketika
hendak mengangkat punggungnya (bangkit dari ruku’), beliau mengangkat kedua
tangannya sampai sejajar kedua pundaknya, kemudian mengatakan : sami’allahu
liman hamidah. Kemudian beliau sujud, dan beliau tidak mengangkat kedua
tangannya ketika hendak sujud. Dan beliau mengangkat kedua tangannya pada
setiap rakaat dan takbir yang dilakukan sebelum rukuk sampai selesai shalat
beliau.”
[HR. Ahmad dalam
Musnadnya, Abu Dawud dalam Sunannya, Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa’, Ibnul
Mundzir, Ad-Daraquthni dalam sunannya, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, dan
yang lainnya, sanadnya shahih].
2.
Atsar ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu
أن
عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- كان يرفع يديه في كل تكبيرة من الصلاة على الجنازة
وفي الفطر والأضحى
“Sesungguhnya ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengangkat kedua
tangannya pada setiap takbir-takbir shalat jenazah, idul fithri dan idul adha.”
[HR. Al-Baihaqi dalam
Al-Kubra (III/293), Ibnul Mundzir dalam Al-Ausath (IV/282), atsar ini
didha’ifkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani di dalam Al-Irwa’ no. 640].
Pendapat Kedua
Menyatakan
tidak disyari’atkannya mengangkat kedua tangan ketika takbir. Ini adalah satu
pendapat dari madzhab Maliki, Ibnu Hazm
Azh-Zhahiri, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Asy-Syaikh Al-Albani, dan yang
lainnya.
Dalilnya
adalah tidak ada di dalam sunnah shahihah dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam yang menyebutkan bahwa beliau mengangkat kedua tangannya pada setiap
takbir. Al-Imam Malik berkata: “Tidak disyari’atkan mengangkat kedua tangan
sekalipun pada setiap takbir shalat idul fithri dan idul adha kecuali pada
takbir yang pertama (yakni takbiratul ihram).”
Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan atsar yang
diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa beliau dahulu juga mengangkat kedua tangannya
ketika takbir-takbir shalat jenazah. Asy-Syaikh
Al-Albani berkata juga ketika
menyanggah pendapat yang menshahihkan atsar tersebut: “Adapun penshahihan sebagian ulama yang mulia terhadap atsar yang
menyebutkan diyari’atkannya mengangkat kedua tangan sebagaimana dalam ta’liq
beliau terhadap Fathul Bari [III/190]
adalah merupakan kesalahan yang nyata sebagaimana hal ini tidak tersamarkan
lagi di kalangan orang yang mengetahui bidang ini (ilmu hadits).” [Ahkamul
Jana’iz (148)]
Pendapat Ketiga
Dikatakan
oleh Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan,
beliau mengatakan:
“Jika mengangkat kedua tangan, maka ini tidak
mengapa. Dan jika tidak mengangkat kedua tangan, maka inipun juga tidak
mengapa.” [Dari
Durus Al-Haram Al-Makki tahun 1424 H].
Mungkin
ada yang bertanya, apa bisa dibenarkan pendapat yang menyatakan
disyari’atkannya mengangkat kedua tangan ? Padahal ibadah sifatnya adalah tauqifiyyah?
Sementara kita tidak mengetahui satu dalil pun dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya?
Dalam
hal ini, bahwa mengangkat kedua tangan pada takbir-takbir shalat itu tidak
disebutkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik yang menafikan
(meniadakan) maupun yang menetapkan.
Maksudnya
adalah bahwa bagi yang mengangkat kedua tangannya, maka ini tidak mengapa
karena tidak disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menafikannya. Dan barangsiapa yang tidak mengangkat kedua tangannya, maka ini
juga tidak mengapa karena tidak disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menetapkannya.
Nah,Dalam
perbedaan seperti ini hendaknya kita bisa bersikap lapang dada, ketika
mendapati sebagian saudara kita melakukan amalan yang berbeda dengan amalan
yang kita lakukan. Masing-masing beramal sesuai dengan keterangan dan ijtihad
para ulama ahlussunnah waljamaah. Tidak boleh saling menyalahkan satu terhadap
yang lainnya.
Walhamdulillahi
Rabbil ‘Alamin.
Dirangkum
dari beberapa referensi:
–
Irwa’ul Ghalil jilid 3, karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.
–
Manhajus Salikin, karya Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di.
–
http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=284549
–
http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=361603
Ditulis
oleh Abu Abdillah, Ma’had As-Salafy Jember
Di
Edit oleh : Santri Gamer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar